Senin, 03 Desember 2012

Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah


Judul : Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 512

“Nak, perasaan itu tidak sesederhana satu tambah satu sama dengan dua. Bahkan ketika perasaan itu sudah jelas bagai bintang di langit, gemerlap indah tak terkira, tetap saja dia bukan rumus matematika. Perasaan adalah perasaan, meski secuil, walau setitik hitam di tengah lapangan putih luas, dia bisa membuat seluruh tubuh jadi sakit, kehilangan selera makan, kehilangan semangat. Hebat sekali benda bernama perasaan itu"
-- Pak Tua (halaman 132)


Novel ini menceritakan kisah cinta yang sama sekali tidak biasa antara Borno dan Mei, seorang pengemudi sepit di sungai Kapuas dan seorang guru keturunan Tionghoa. Borno yang memiliki hati paling lurus sepanjang tepian Kapuas ditakdirkan untuk bertemu Mei walau terkadang untuk pertemuan – pertemuan selanjutnya itu direncanakan oleh Borno sendiri (atau Mei?). Pertemuan mereka berawal dari sebuah angpau merah yang Borno kira adalah sebuah surat yang tak sengaja ditinggalkan oleh sang pemiliknya, Si gadis cantik berbaju kuning. Pertemuan demi pertemuan pun mengalir sepanjang sungai Kapuas yang sayangnya Borno tidak berani untuk sekedar menanyakan nama dan hanya hafal aktivitas sang gadis cantik (tiba didermaga kayu pukul 7.15, menyeberang. Dia selalu berpakaian rapi, membawa payung, dengan tas dipenuhi buku tersampir dipundak. Aku menerka-nerka tampaknya pekerjaan gadis ini guru – halaman 97) yang membuat Andi sahabat karib Borno sendiri kesal. Perjalanan Borno untuk sekedar mengenal gadis tersebut mengalami banyak rintangan hingga akhirnya nasib baik berpihak kepadanya sehingga mereka menjadi dekat  dan perjalanan cerita Borno dan Meipun dimulai, dari belajar sepit, menikmati Kapuas, mengantarkan makan siang, menikmati kota Surabaya, menemui pasangan fulan dan fulanah, diusir satpam galak, yang sayangnya tanpa Borno sadari kedekatan itu membuka kembali lembar lama kenangan yang membekas di ingatan Borno hingga akhirnya angpau merah jugalah yang akan menyingkap semua tirai masa lalu sekaligus jawaban dari semua peristiwa yang dialami Borno.

“Seharusnya kita tidak pernah bertemu Abang” (Mei)

Awalnya saya membaca kisah ini di jejaring sosialnya milik Tere Liye dan berakhir dengan ending yang menggantung dan tidak lama Novel ini nangkring di Gramedia. Saya Suka covernya yang sendu menurut saya tapi sangat cantik. Well tak dipungkiri nama Tere Liye adalah salah satu magnet dalam dunia perbukuan, saya salah satu fansnya dan memiliki semua koleksinya dan tidak heran tanpa pikir panjang saya membeli novel ini dan berharap ada ending yang lain dikisahnya.

Menurut saya karya Tere Liye yang satu ini berbeda, berbeda karena mengambil setting di Pontianak, berbeda dalam hal penentuan tokohnya dan berbeda dengan alurnya. Cerita cinta yang tidak terkesan lebay dan banyak memberikan pesan positifnya baik melaui Borno, Pak Tua dan tokoh lainnya yang tidak menggurui, sederhana tapi menghujam jantung dan bikin nyesek, cocok bagi yang suka galau (nunjuk diri sendiri) dan mengobati kegalauan. 5 jempol untuk bang Tere. Typo? Entahlah saya tidak menemukannya karena saya sangat menikmati ceritanya, tapi saya kepingin tau masa mudanya pak Tua itu gimana ya? Karena di Novelnya kurang begitu dijelaskan padahal menurut saya Pak Tua adalah tokoh yang juga berperan besar untuk Tokoh Utama (borno) dan Mei. Mungkin agak lebih seru diceritakan darimana semua kebijakan pak Tua dan pasti seru sekali membayangkan masa muda pak Tua.

Dan untuk endingnya? Saya bernapas lega untuk ending novel ini setidaknya tidak membuat pikiran saya ngambang kemana-mana, saya sangat suka dengan keteguhan Borno dan hatinya yang sangat lapang. Saya suka sekali BoMe Couple ini. Saya suka sekali bagaimana cara Borno menjelaskan perasaannya yang membuat gadis si sendu menawan nan misterius –Mei menjadi gadis yang sama riangnya di Pontianak.

“kau tahu, Mei. Dulu aku pernah bertanya pada Pak Tua, “Kalau untuk Andi, Pak Tua punya kalimat bijak dan cerita hebat cinta yang cocok baginya, lantas untukku, apakah Pak Tua juga punya? Pak Tua tersenyum, dan menepuk bahuku, ‘Tentu ada, Borno. Tentu ada. Tapi aku akan membiarkan kan sendiri yang menemukan kalimat bijak itu, kau sendiri yang akan menulis cerita hebat itu. Untuk orang-orang seperti kau, yang jujur atas kehidupan, bekerja keras dan sederhana, maka definisi cinta sejati akan mengambil bentuk yang amat berbeda, amat menakjubkan.’ Kau tau Mei. Hari ini aku mengerti kalimat Pak Tua (halaman 507)

Cinta sejati akan memiliki jalannya sendiri

Medan, Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Review Buku di purplebookish.com merupakan pendapat pribadi yang berdasarkan penilaian subjektif terhadap buku yang saya baca. Begitu pula dengan postingan non review yang juga bersifat opini pribadi.

Purplebookish.com tidak memaksakan pembaca untuk setuju dengan semua tulisan yang dipublish. Jika ada yang ingin disampaikan atau berpendapat lain sila menulis di kolom komentar dengan bahasa yang sopan :)

P.s Saya akan menghapus komentar yang tidak berkaitan dengan postingan blog dan spam.

Mohon untuk tidak menyadur/mengcopy sebagian atau seluruh isi blog tanpa ijin :)

Terima Kasih :)


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...