Rabu, 02 September 2015

The Chronicles of Audy : 4/4

Judul : THE CHRONICLES OF AUDY : 4/4
Penulis : Orizuka
Penerbit : Haru Publisher
ISBN : 978-602-7742-53-6
314 halaman, cetakan ke I, 2015
My Rating : 3/5

Blurb :


Hai. Namaku Audy.
Umurku masih 22 tahun.
Hidupku tadinya biasa-biasa saja,
sampai aku memutuskan untuk bekerja di rumah 4R dan jatuh hati pada salah seorang di antaranya.

Kuakui aku bertingkah (super) norak soal ini,tapi kenapa dia malah kelihatan santai-santai saja?
Setengah mati aku berusaha jadi layak untuknya, tapi dia bahkan tidak peduli!

Di saat aku sedang dipusingkan oleh masalah percintaan ini, seperti biasa, muncul masalah lainnya.

Tahu-tahu saja, keluarga ini berada di ambang perpisahan.
Aku tidak ingin mereka tercerai-berai, tapi aku bisa apa?

Ini, adalah kronik dari kehidupanku yang masih saja ribet. Kronik dari seorang Audy.
Ini merupakan bagian ketiga dari kronik seorang Audy Nagisa, mahasiswi tingkat akhir Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Gajah Mada yang masih mandek dengan skripsi dan hubungan keluarganya dengan 4R.

p.s. Postingan ini adalah curhat dari #TeamRex garis keras :p

Ya, jangan tanya. Biarkan aku berusaha. Aku akan menjadi cewek intelek yang tidak bikin malu. Aku akan menjadi layak untuk Rex! (P. 33)
Tapi usaha kelayakan yang ditunjukkan Audy menurut saya sangat jauh dari kata layak itu sendiri. Audy terlalu obsesi dengan peningkatan IQ yang terkadang hal-hal tersebut menjadi sesuatu yang tidak penting. Padahal saya menyukai Audy Nagisa yang dulu, yang apa adanya dan tidak lebay dalam memikirkan setiap tindakan Rex terhadapnya. Bukankah Rex itu unik dan mempunyai pemikirannya sendiri. Pemikiran-pemikiran Audy yang terkadang terlalu jauh malah membuat saya bingung. Saya jadi kasihan dengan Rex yang mati-matian untuk membantu Audy menyelesaikan skripsinya. Saya paham mengapa Rex sangat gigih terhadap skripsinya Audy, karena hanya itulah yang bisa Rex berikan untuk Audy, hanya itulah satu-satunya alasan agar Rex dekat dan memiliki quality time dengan Audy. Saya aja ngerti, masa Audynya nggak? #TeamRex

Saya juga agak merasa aneh dengan sikap Audy yang menggampangkan proposal skripsinya. Entah memang dosennya Audy yang bisa diprospekin (garuk-garuk kepala betapa mudahnya Dosen Audy luluh, seandainya dosen pembimbing saya seperti itu, huft) dan melupakan proposalnya yang di batas tenggat waktu hanya untuk mengiyakan ajakan Regan mencari souvenir pernikahan. Seandainya Audy jujur dengan keadaannya, saya yakin Regan akan mengerti. Bukankah masih ada hari esok untuk menemani Regan? dan ujung-ujungnya Rex dan kepribadiannya yang disalahkan.

Saya juga tidak mengerti bagaimana Audy lebih menganggap penting trauma Romeo (atau apalah sebutannya) daripada skripsinya. Saya ngerti Audy ingin memahami Romeo, tapi tidak dengan mengorbankan kewajibannya. Malah pengorbanannya diakhiri dengan bermain dan senang-senang (yang #TeamRomeo pasti bahagia nih :v). Bukankah masih ada cara lain yang bisa dipilih Audy, tetap menjalankan prioritasnya dan menemani atau bermain dengan Romeo diwaktu yang tepat? Semua itu bergantung dengan pilihan sih, bukan dengan pemikiran-pemikiran yang ujung-ujungnya sebuah pembenaran.

Dan ketika Rex berusaha menjadi layak untuk Audy, malah Audy dengan pemikiran labilnya yang tidak bisa menerima keputusan Rex. Menganggap Rex tidak pernah memikirkan perasaan Audy. (Jedot kepala ke dinding). Anehnya ketika Rex menunjukkan perhatiannya, Audy kembali sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan nggak penting #sigh.

"Aku pikir, di antara semua orang , kamu yang bakal mengerti," katanya, terdengar pahit. "Kamu bisa memahami saudara-saudaraku dengan begitu mudah. Kenapa aku nggak?" (P.262)

See Audy, masih menganggap Rex tidak memikirkan kamu? Coba diingat-ingat lagi seberapa kerasnya Rex mencoba membantu skripsimu (sampai nyinyir kalau ketemu nanyain skripsi mulu) dan bagaimana Rex yang tetap menyemangati kamu yang hampir saja gagal dengan proposalmu itu. Rex memiliki caranya sendiri dan seharusnya kamu sebagai (yang katanya) entitasnya mengerti dan memahami bukan malah menjauhinya.

"Apa sih Rex, yang bikin kamu suka aku?” tanyaku, tak tahan lagi. “Maksudku, selain teori Plato itu. Harusnya, secara hukum alam atau apalah, kamu gemes- bukan dalam artian baik-sama orang-orang kayak aku, kan? Aku... salah satu orang yang nggak bisa ngerjain soal algoritma mudah itu.”Tatapan Rex kembali terfokus padaku. “Tapi kamu satu-satunya orang yang pengin aku ajarin soal algoritma itu.” (P.157)
Tapi saya suka dengan interaksi Rafael dan Audy. Moment-moment kebersamaan mereka sangat manis. Audy memang menjelma sebagai seorang kakak yang tidak dimiliki Rafael. Saya salut dengan kegigihan Audy memikirkan perkembangan dan pertumbuhan Rafael *cubit pipi Rafael

Untuk penulisannya saya tidak mempunyai komentar apapun. Karena seperti biasa Orizuka menulis dengan sangat asyik, membuat saya sangat betah membacanya. Dan saya suka dengan warna ungu yang digunakan. You're my favourite Author, mbak ^^

Ah iya, saya juga mendapatkan suatu pelajaran berharga dari kronik Audy 4/4 ini. Jika kita dijadikan tempat curhat oleh sahabat kita, jangan buru-buru memberi saran kalau kita belum tau bagaimana situasi dan kondisi yang sebenarnya. Awalnya saya setuju dengan Missy, tapi saya sebel dengan kata-kata Missy selanjutnya (apalagi berkaitan dengan Rex) padahal Missy hanya mendengarkan cerita-cerita Audy (dan pemikiran-pemikiran anehnya). Untunglah ada Maura yang sarannya membuat saya adem dan setuju (yang bisa membuat Audy lebih bijak melihat situasi yang terjadi), apalagi urusan tentang pindahan itu (#TeamRexgariskeras).

Yah walau bagaimanapun sebelnya saya dengan Audi di 4/4 ini, saya tetap menantikan seri terakhir kronik Audi dan semoga skripsi Audy juga udah kelar, semoga ^^ (juga klarifikasi pembicaraan Romeo dan Rex)

"Mas harus menghadapi kenyataan, kalau yang namanya hidup itu tidak stagnan," kata Rex kemudian, membuyarkan pikiranku barusan. "Seperti kata Heraclitus, perubahan adalah satu-satunya hal yang tetap. Sesuatu yang nggak bisa dihindari. Selamanya Mas nggak akan berkembang kalau terus-terusan hidup di zona nyaman." (P.252)

"Aku cuma nggak peduli tempat kita tinggal," katanya, membuat mata Romeo melebar. "Yang penting, aku tahu ke mana harus pulang." (P.287)


The Chronicles of Audy #1
The Chronicles of Audy #2 

P.s Buku ini merupakan proyek baca bareng dengan Read.Review.Romance, baca reviewnya disini

1 komentar:

Review Buku di purplebookish.com merupakan pendapat pribadi yang berdasarkan penilaian subjektif terhadap buku yang saya baca. Begitu pula dengan postingan non review yang juga bersifat opini pribadi.

Purplebookish.com tidak memaksakan pembaca untuk setuju dengan semua tulisan yang dipublish. Jika ada yang ingin disampaikan atau berpendapat lain sila menulis di kolom komentar dengan bahasa yang sopan :)

P.s Saya akan menghapus komentar yang tidak berkaitan dengan postingan blog dan spam.

Mohon untuk tidak menyadur/mengcopy sebagian atau seluruh isi blog tanpa ijin :)

Terima Kasih :)


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...