Penulis : Poppy D. Chusfani
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 9789792283983
200 halaman, cetakan ke I, 2013
My Rating : 4/5
Beberapa hari ini aku merasa gloomy, jadi aku memutuskan untuk membaca buku sebagai pelarian dan agar tetap waras aku butuh buku yang dark, tragis, sedih dan semacamnya, karena membaca buku yang manis aku akan berakhir lebih menyedihkan. Setelah beberapa buku yang aku baca tidak selesai, aku menemukan kumcer ini, yah walau moodku tidak terlalu membaik setidaknya aku merasa lega dan tidak menyesal menyingkirkan bacaanku.
Buku ini terdiri dari 9 kisah (fantasi) yang hampir semuanya memiliki ending yang tak tertebak, beberapa lagi seperti retelling dari kisah lama, kisah-kisah tersebut adalah :
1. Jendela
Berbahaya, pikir Dinah. Ia tahu sejak dulu bahwa jendela itu berbahaya. Tapi ada yang lebih mengancam. Raksasa ini, lelaki dihadapannya ini. Dialah sang penyakit, bukan ibu. Dialah yang seharusnya mati, bukan ibu.
2. Pelarian
Dia menatap lurus kedepan, menantang. "Kau tahu apa yang hendak kukatakan," katanya kepada si lelaki asing. "Lara berpijak pada dua dunia. Menurut tradisi kaummu, kaki kirinya berada di laut, kaki kanannya di kerajaanku. Kedua dunia memilikinya. Di usia Lara yang kelima belas, dia sudah mendapatkan hak kedewasaannya, yaitu memiliki negeri yang dipijaknya. Dan kalian dilarang melanggar hak milik kaum kalian sendiri."
3. Pondok Paling Ujung
Apa yang harus kulakukan? Hari-hariku tidak pernah tenang lagi. Ulat bulu menyerang, cekikan ditengah kegelapan, tubuhku diterbangkan angin ke udara. Semua itu selalu membuatku terjaga. Setiap malam. Dan tiga kata yang tak pernah mau menyingkir dari benakku setiap kali aku sendirian : Aku di sini.
4. Bulan Merah
Bulan merah memancarkan cahaya memabukkan, membuat segalanya tampak dilapisi darah. Pepohonan, bukit, rumput, bahkan langit di atas sana. Darah menetes, membasahi seluruh tubuhku. Aku terus mencabik, merasakan kepuasan yang tidak kupahami benar.
5. Dewa Kematian
Kau tahu aku sudah menungumu disini, sayangku. Kau tahu selama ini aku memperhatikanmu, menggodamu, menantimu dengan sabar. Kau menyerah. Tidak setangguh yang kaukira. Kau sudah memberikan dirimu kepadaku, Dewa Kematian.
6. Pintu Kembali
Kiran menghela napas panjang dan gemetar, ingin menangis dan tertawa sekaligus. Perempuan itu tidak akan mengganggu dirinya dan Marla lagi, perempuan berjaket kerah bulu abu-abu yang digiring polisi sementara wartawan mengerubungi dari berbagai sisi. Istri ayahnya yang sudah berusaha menyingkirkannya. Perempuan yang mendorongnya dari atas tebing ketika mengira tidak ada yang melihat. Perempuan yang berharap dia mati seketika setelah tubuhnya terempas ke bebatuan. Si serigala.
7. Lelaki Tua dan Tikus
"Tikus seperti ini bawa penyakit," kata Pak Tua, seakan-akan sedang mengobrol santai di lantai rumah susun. "Makanya kukandangi, dan kuberi makan sampah. Karena cuma sampah yang layak buat mereka." Dia mengulurkan tikus itu kepadaku, dan sebelum menjerit jijik, aku melihat sesuatu yang kukenali pada binatang itu. Kutil besar seperti jerawat yang membatu, mencuat di ujung moncongnya. Aku pingsan.
8. Sang Penyihir
"Buktikan kalau kau bukan penyihir," kata sang tabib sambil menarik dagu Keira, membuatnya menengadah menatap mata merah si lelaki tua. "Kalau kau tidak tenggelam, kau penyihir. Kalau kau tenggelam, yah, kau memang sudah terkutuk sejak lahir, lebih baik jika hidupmu berakhir saja."
9. Orang-Orang Tanah
"Apa sih orang tanah itu?" Alia mulai tidak sabar. Edi menyedot ingus lagi sebelum menjawab, "Dulu banyak orang ditanam di situ, di bawah pohon itu. Mereka suka keluar malam-malam, mencari mangsa. Tapi mereka tidak bisa keluar dari bawah lindungan pohon. Tidak bisa kemana-mana. Berkeliaran di sini saja. Mereka keluar kalau ada yang bisa mereka ambil. Binatang, atau sisa-sisa makanan."
Kisah favoritku adalah Lelaki tua dan tikus, aku merasa saat ini kehadiran Pak Tua diperlukan. Membaca Dewa Kematian membuatku awalnya bingung dengan narasi kau-aku yang dibalik dan aku merasa menjadi tokoh kau. Aila di Orang-Orang Tanah mengingatkanku pada Ava di Tanah Lada (yah, walau aku nggak terlalu kaget dengan endingnya tapi tetap saja aku meringis dengan ide Aila menyingkirkan perempuan yang tak mau dipanggilnya ibu).
Ada semacam perasaan bahagia jika aku membaca kisah-kisah yang jauh dari happy ending dan suram, karena Kisah-kisah seperti inilah yang membuatku menyadari bahwa hidupku jauh lebih baik dan tidak terlalu menyedihkan :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Review Buku di purplebookish.com merupakan pendapat pribadi yang berdasarkan penilaian subjektif terhadap buku yang saya baca. Begitu pula dengan postingan non review yang juga bersifat opini pribadi.
Purplebookish.com tidak memaksakan pembaca untuk setuju dengan semua tulisan yang dipublish. Jika ada yang ingin disampaikan atau berpendapat lain sila menulis di kolom komentar dengan bahasa yang sopan :)
P.s Saya akan menghapus komentar yang tidak berkaitan dengan postingan blog dan spam.
Mohon untuk tidak menyadur/mengcopy sebagian atau seluruh isi blog tanpa ijin :)
Terima Kasih :)